Selasa, 05 Mei 2015

HAMA-HAMA TANAMAN HORTIKULTURA II






HAMA-HAMA TANAMAN HORTIKULTURA II
( Laporan Praktikum Pengendalian Hama tumbuhan )







Oleh

Ismail Pirdaus
13141211087
Kelompok 7








                                                                 

                                                               














LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015



I.                   PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan manusia akan bahan pangan dan hortikultura, maka pertanian tradisional di Indonesia mulai berkembang dan lebih dipuerhatikan lagi perkembangannya. Tanaman pangan merupakan jenis–jenis tanaman yang mengandung karbohidrat,yang merupakan sumber pangan bagi manusia,sedangkan tanaman hortikultura merupakan tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung protein dan lainnya.

Hama merupakan suatu organisme yang mengganggu tanaman,merusak tanaman dan menimbulkan kerugian secara ekonomi,membuat produksi suatu tanaman berkurang dan dapat juga menimbulkan kematian pada tanaman,serangga hama mempunyai bagian tubuh yang utama yaitu caput, abdomen ,dan thorax.

Serangga hama merupakan organisme yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengakibatkan kerusakan dan kerugian ekonomi.  Hama dari jenis serangga dan penyakit merupakan kendala yang dihadapi oleh setiap para petani yang selalu mengganggu perkembangan tanaman budidaya dan hasil produksi pertanian.  Hama dan penyakit tersebut merusak bagian suatu tanaman, sehingga tanaman akan layu dan bahkan mati (Harianto, 2009).



1.2              Tujuan

1.             Mengetahui Nama Hama penting pada tanaman hortikultura
2.             Mengetahui Biologi,gejala,dan pengendalian.

























II.                METODOLOGI PERCOBAAN


2.1  Alat Dan Bahan
Adapun alat yang di gunaka pada praktikum kai ini adalah : Pena, kertas, untuk menulis Nama hama tanaman hortikultura, gejala serangan dan acc, spesimen ( untuk di lihat dan gambar ), mikroskop.

Adapun Bahan-bahan yang di gunakan antaralain: gejala yang di sebabkan oleh ordo Lepidoptera dan diptera adalah: Hama penggulung daun pisan (Erionota thrax), lalat buah (Bactrocera sp), penggerek batang mangga (Rhytidodera simulas), ulat jeruk(Pepilio Crespontes), syimphilid, ulat kantung (Pagodiela sp).

2.1              Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari  praktikum kali ini adalah: 
1.                  Menyiapakn keenam spesimen yang akan di lakukan pengamatan 
2.                  Di lakukan pengamatan terhadap gejala serangan hama yang telah di    siapkan
3.                  Di deskripsikan sesuai dengan apa yang di lihat masing-masing mahasiswa yang melakukan pengamatan.




3.2 Pembahasan
Pembahasn kali ini akan menjelaskan tentang nama hama-hama pada tanaman horti kultura. Seperti yang kita ketahui kalau tanaman horti kultura adalah komoditas yang cukup unggul di masyarakat dewasa ini. Berikut akan di bahas mengenai hama-hama yang dapat menyerang tanaman hortikultura bagian 2.
3.2.1 Ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax)
Bioekologi
Biologi dari hama ini adalah kupu-kupu dewasa betina meletakkan telur pada permukaan bawah daun pada sore atau malam hari secara berkelompok berkisar antara 3-35 butir. Stadia larva terdiri atas lima instar dan pada setiap instar terjadi penggantian kulit kepala (head capsule). Pupa berukuran 60 mm, berwarna putih dan dilapisi oleh tepung serta mempunyai belalai (proboscis) yang panjang. Siklus hama penggulung daun pisang dari telur sampai dewasa (imago) berlangsung 35-39 hari dengan temperature 27-30oC. Serangga dewasa aktif pada sore hari atau pagi hari dan memakan nectar pisang yang sedang berbunga. Seluruh siklus hidupnya terjadi di dalam gulungan daun. Makin tinggi curah hujan maka populasi hama ini makin meningkat (Harjaka dan S. Sudjono. 2005).
Gejala serangan
Kerusakannya berupa larva yang baru menetas memakan daun pisang dengan membuat gulungan daun. Gulungan daun dibuat dengan cara memotong sebagian daun, dimulai dari pinggir daun dan sejajar dengan tulang daun utama serta direkat dengan benang-benang halus yang dikeluarkan oleh larva . jika makanan atau daun cukup tersedia maka larva dapat hidup terus sampai membentuk pupa dalam satu gulungan daun, gulungan tersebut makin lama makin membesar. Tetapi, apabila makanan kurang tersedia, larva ini dapat pindah ke bagian daun yang lain dengan membentuk gulungan daun yang baru. Bila populasi hama ini tinggi maka daun pisang dimakan habis, yang tertinggal hanyalah tulang daun yang tegak dengan gulungan-gulungan daun yang menggantung.
Pengendalian
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1.        Memangkas daun yang terserang kemudian dibakar.
2.        Menggunakan musuh alami seperti Casinaria sp. (parasitoid larva)
3.        Penyemprotan insektisida berbahan aktif Kuinalfos dan Triklorfon. Insektisida yang bersifat sistemik akan lebih efektif mengingat ulat daun ini tersembunyi dalam gulungan daun.
Inang
Inang ulat ini adalah pada delepah pisang yang berdaun muda dan besar.
3.2.2        Lalat buah (Bactrocera sp)
Bioekologi
Lalat buah meminiki warna dada (thorax) kelabu, sedangkan perutnya (abdomen) berpita melintang dengan warna kuning, kepalanya berwarna coklat kemerahan, sayapnya transparan. Jika dibentangkan lebar sayap sekitar 5 – 7 mm panjang badannya 6 – 8 mm. Jika dilihat dari atas, warna perutnya (abdomen) coklat muda dengan pita coklat tua melintang. Telurnya putih, bentuknya memanjang dan runcing kedua ujungnya. Panjang telur 1,2 mm, sedangkan lebarnya 0,2 mm. larva yang muda berwarna putih. Namun, jika telah cukup dewasa, warna belatung menjadi kekuningan, panjangnya 1 cm (Matnawy, H. 1989).
Gejala serangan
Hama ini menyerang pada fase larva. Batang menjadi bisul. buah yang terserang kecil dan warnanya kuning. Serangan berat buah menjadi busuk. Gejala awal pada permukaan kulit buah ditandai dengan adanya noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telurnya ke dalam buah.
Pengendalian 
Pembungkusan buah saat masih muda dengan kantong plastik, kertas semen, kertas koran, atau daun pisang.
Inang
menyerang lebih dari 20 jenis buah-buahan, diantaranya belimbing, pepaya, jeruk, jambu, pisang, dan cabai merah.
3.2.3 penggerek batang mangga (Rhytidodera simulans)
Bioekologi
Hama penggerek batang melalui pucuk  yang telah berlubang akibat tusukan hama lain (biasa-nya penggerek pucuk ) dengan jalan memasukkan telurnya ke dalam jaringan yang yang luka tersebut. kemudian larvanya makan dan merusak jaringan pucuk sampai batang utama yang menyebabkan kematian pada batang mangga tersebut. Karena mekanisme serangannya, hama ini  menyebabkan kerusakan yang sangat berat hingga dapat menghancurkan kebun mangga.
Gejala serangan
Pada awal serangan, terlihata adanya lubang yang mengeluarkan kotoran berupa gerekan seperti serbuk gergaji pada pucuk atau cabang mangga, kemudian cabang yang menunjukkan gejala tadi akan mengering dan mati. Karena cabang yang mendapat serangan pertama mati, selanjutnya penggerek menuju kebagian tanaman yang masih hidupyaitu batangutama sehingga pada batang utama akan timbul lubang-lubang yang disertai juga dengan keluarnya kotoran. Pada serangan lanjut ini kese-luruhan tanaman mati (Matnawy, H. 1989).
Pengendalian
1.        Lakukan monitoring secara cermat dan berkala untuk mengetahui ada tidak   nya hama dan gejala serangannya, terutama pada saat tanaman sedang flush.
2.    Hindarkan serangan hama penggerek pucuk karena serangan hama ini membantu penggerek batang untuk meletakkan telur, dengan jalan mengendalikan hama penggerek pucuk.
3.    Apabila menemukan dewasa hama ini segera matikan secara mekanis
4.    Apabila menemukan gejala seangannya, segera pangkas bagian tanaman yang terserang kurang lebih 5 cm di bawah lubang yang masing- masing
       mengeluarkan kotoran segar.
5.    Matikan larva penggerek yang ada di ranting/cabang/batang yang telah 
       dipotong dengan jalan membelah bagian tanaman tersebut atau        membakarnya.
 6.   Aplikasi insektisida pada fase tunas untuk menghindarkan tanaman mangga terserang oleh perusak pucuk sekaligus menghindarkan serangan penggerek batang.
Inang
Inagn penggerek yang di amati praktikum ini adalah batang mangga.
3.2.3        Ulat Jeruk (Pepilio crespontes)
Bioekologi
Kupu- kupu betina meletakkan telur pada daun jeruk lebih kurang 4-9 butir.Stadia ulat berlangsung selama 20 hari, stadia pupa selama 13 hari. Fase kritis saat pemantauan populasi dilaksanakan pada daun- daun muda   terutama pada pembibitan karena sangat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya.
Gejala serangan
Hama ini menyerang tanaman dengan memakan daun terutama pada saat masih muda. Tunas yang terserang, biasanya kelihatan tinggal tangkai daunnya saja dan bahkan sampai habis dimakan ulat ini.

Pengendalian
Pengendalian yaitu dengan melakukan monitoring pada tunas-tunas muda (telur), daun muda untuk larva dan daun tua untuk stadia kepompong. Pengendalian dilakukan secara mekanis apabila populasinya sedikit yaitu dengan membuang telur yang ada. Apabila populasinya tinggi dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida yang bersifat kontak (BPTP Jatim,2013)
Inang
Tanaman inang pada pohon jeruk
3.2.4        Symphilid
Bioekologi
Hama symphylids berukuran sangat kecil (panjang 0,2-1,2 cm), berwarna putih krem dan ditemukan pada semua jenis tanah. Symphylids (Gambar 2) mempunyai tekstur lunak, dengan tubuh yang bersegmen sepanjang tubuhnya, biasanya ada 15 – 24 segmen, dengan ujungnya terdapat dua titik cerci.Segmennya pada bagian dorsal ditutup oleh semacam plat pelindung dorsal (Untung, K. 2006).
Gejala serangan
Akibat serangan symphilids efisiensi akar akan terganggu, serapan akar terhadap nutrisi dan air pun berkurang, sehingga pertumbuhan tanaman terganggu dan tanaman menjadi kerdil
Pengendalian
Metode pendugaan yang umumnya digunakan dalam sampling populasi hama simphylids pada tanaman nanasadalah metode ekstraksi langsung dan metode umpan.
Inang
Inang pada hampir semua jenis perakaran
3.2.6 ulat kantung (pagodiel sp)
Bioekologi
Ulat kantong biasanya membuat kantong yang diproduksi dari zat kelenjar sutra sebagai pelingung tubuhnya. Kantong yang panjangnya bisa mencapai 6 cm ini biasa direkatkan pada bagian tanaman yang diserangnya, seperti daun dan ranting tanaman kakao. Kantong bagian bawah dilengkapi dengan lubang yang berfungsi sebagai pembuang kotoran. Jika bagian tanaman di sekitar ulat kantong habis termakan, ulat bersama kantongnya akan pindah ke bagian tanaman lainnya yang masih memiliki persediaan makanan yang banyak. (Utomo et al., 2007).
Inang
Inang ulat ini adalah hampir semua jenis tanaman namun yang paling sering di
jumpai adalah pada tanaman singon, mahoni, jambu, jati, dll.
Gejala serangan
Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tajuk tanaman yang kering seperti terbakar. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.
Pengendalian
Populasi dan serangan ulat kantong dapat dikendalikan dengan mengaplikasikan insektisida lambung seperti dipterex dan thuricide. Penggunaan insektisida dari jenis racun lambung didasari pada alasan karena ulat ini hidup di dalam kantong (Prawirosukarto, 2002)











IV.             KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan yang telah di bahas di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:
1.        Bahwa hama hortikultura dapat menyebabkan mengalami kerugian yang sangat besar
2.        Telah di ketahui bioekoloi, gejala serangan dan tanaman inagn masing-masing hama















DAFTAR PUSTAKA

BPTP Jatim. 2013. Teknologi Pengendalian Hama Dan Penyakit. http://jikatrimitra.com. Diakses pada 5 Mei 2015 pukul 23.55 WIB.
Harjaka, T., dan S. Sudjono. 2005. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Matnawy, H. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Prawirosukarto, S. 2002. Pengenalan & Pengendalian Hama Ulat Pada Tanaman Kelapa Sawit. Medan: pusat Penelitian Kelapa Sawit. 5 hal
Untung, K. 2006. Hand Out Kuliah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Utomo, C. Tjahjono, H. dan Agus, S. 2007. Feromon: Era Baru Pengendalian Hama Ramah Lingkungan Di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 15(2); 70-75

Rabu, 22 April 2015

Laporan Kalobrasi Spreyer






KALIBRASI SPREYER
 ( Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tumbuhan )






Oleh
Ismail Pirdaus
1314121087
Kelompok 7





















LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015






I.                   PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang

Penggunaan pestisida dalam rangka usaha mengendalikan jasad pengganggu secara kimiawi, terdapat faktor yang sangat menntukan efektifitasnya. Salah satu penyebab efektifitas adalah alat yang digunakan dalam aplikasinya. Pengetahuan mengenai alat semprot sangatlah penting bagi seoarang yang akan melakukan pengendalian terhadapat gangguan OPT. pemakaian alat yang tepat serta dosis yang sesuai anjuran juga menentukan efektifitas dalam hal pengendalian jasad penggangggu.

Pestisida pada umumnya bersifat racun yang dapat membunuh organisme non sasaran yang berguna bagi pengendalian hama dan penyakit secara alami. Tidak hanya hama dan penyakit non sasaran yang dapat berdampak negatif tetapi juga nyawa pengguna juga bisa terancam bila penggunaannya tidak sesuai prosedur. Oleh karena itu, perlu mengetahui sifat larutan dari pestisida itu sendiri sebelum menggunakannya. Penggunaan pestisida harus mengikuti aturan yang tertera dalam label pestisida jika tidak mengikuti peraturan yang ada maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia dan berdampak negatif bagi lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem.

Alat semprot yang memerlukan tenaga manusia tergolong dalam alat semprot manual, sedang alat semprot mesin disebut alat semprot bermotor. Untuk dapat memilih jenis alat yang efisien, serta menggunakannya dengan baik, maka setiap pemakai alat aplikasi pestisida perlu mengetahui macam serta fungsi semua komponen yang terdapat pada berbagai macam tipe alat tersebut. Ada beberapa cara untuk mengaplikasi pestisida yakni: penyemprotan, penghembusan, penyuntikan, pengabutan, fumigasi, perlakuan benih, penyebaran butiran, dan juga pemasangan umpan. Macam aplikasi ini sangat tergantung dari jenis pestisida yang digunakan demikian juga bentuk formulasinya serta macam sasaran yang akan dikendalikan.

1.2              Tujuan

1.                  Menentukan Kecepatan Jalan
2.                  Menentukan Waktu Aplikasi
3.                  Menentukan Konsentrasi Larutan







II.  METODOLOGI PERCOBAAN


2.1  Alat dan Bahan

Adapun alat yang di gunaka pada praktikum kai ini adalah :
-          Alat semprot punggung (Knapsack)
-          Ember
-          Gelas ukur
-          Meteran

Adapun bahan-bahan yang di gunakan pada praktikum kali ini adalah : 
             Air
             
2.2 Prosedur Kerja

Adapun prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum
2.    Dituangkan pestisida 3ml ke dalam alat sprayer
3.    Pestisida disempotkan selama 1 menit yang ditampung digelas ukur
4.    Dihitung hasil tampungan di gelas ukur selama 1 menit
5.    Dimasukkan kembali pestisida ke dalam alat aplikasi hingga 3ml
6.    Disemprotkan pestisida ke lahan
7.    Dihitung waktu yang diperlukan dan pestisida yang digunakan untuk luasan lahan tertentu
8.    Dikalibrasikan pestisida dengan metode luas dan waktU


III.       HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
No
Luas Petakan
Ulangan
Jarak (s)
Waktu (t)
V1
V2
Kec (m/s)
Volume terpakai
Volume semprot per ha
1
5 m2
(1m x 5m)
1
10 m2
46
3000 mL
2000 mL
0,21
1000 mL
2000
2
2
34
3000 mL
2450 mL
0,29
550 mL
1100
3
3
32
3000 mL
2500 mL
0,31
500 mL
1000
4
10 m2
(2m x 5m)
1
20 m2
68
3000 mL
2060 mL
0,29
940 mL
940
5
2
58
3000 mL
2300 mL
0,34
700 mL
700
6
3
53
3000 mL
2420 mL
0,37
580 mL
580
7
15 m2
(3m x 5m)
1
30 m2
84
3000 mL
1980 mL
0,35
1020 mL
680,0003
8
2
74
3000 mL
2300 mL
0,40
700 mL
466,669
9
3
62
3000 mL
2200 mL
0,48
800 mL
533,336


3.2 Pembahasan

Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan ketika seorang akan melakukan pengendalian terhadap OPT menggunakan alat semprot. Karena pada setiap alat semprot memililki perbedaan volume yang keluar. Selain itu factor manusia juga dapat menyebaakan perubahan tersebut. Alat semprot yang menyebabkan perubahan adalah dari nozel, yang kemudian akan menyebabkan volume curah yang keluar, dan nozel menyebabkan perbedaan lebar gawang. Faktor dari manusia (penyemprot) yang menyebabkan perubahan adalah kecepatan jalan, karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, kemudian lebar gawang dan tekanan. Oleh karena itu kalibrasi diperlukan karena pertimbangan hal tersebut, dengan kalibrasi maka akan didapatkan volume air per hektar. (Djojosumarto, P. 2000).

Pada pratikum ini dilakukan kalibrasi dengan menggunakan alat semprot punggung semi otomatis tuas atas. Pada awalnya dilakukan perhitungan kecepatan jalan dengan 3 ulangan dengan jarak 5, 10, 15 meter. Pertama yang dilakukan adalah mencari curah dalam satuan liter/menit yaitu dengan meyemprot dengan memasukkan air yang keluar pada gelas ukur dengan volume 1 liter kemudian didapatkan rata-rata dari 3 ulangan yaitu sebanyak 0,75 liter/menit. Tahap kedua adalah melakukan penghitungan kecepatan jalan sejauh 5, 10,15 meter. Keceptan dihitung dari jarak yang ditempuh dibagi dengan banyaknya waktu yang dihabiskan. Dari 3 ulangan didapatkan data kecepatan jalan adalah  0,21; 0,29; 0,31; 0,29; 0,37; 0,37; 0,35; 0,40; 0,48 m/s. Tahap terakhir adalah penghitungan lebar gawang. Lebar gawang dihitung dalam satuan meter, yaitu mengukur lebar tanah yang terkena semprot menggunakan meteran. Dari hasil pengukuran meteran didapatkan hasil bahwa lebar gawang 1 m. (Kartika, Yuyun. 2012).

Dalam pengaplikasian kalibrasi pun memiliki fungsi tersendiri. Fungsi kalibrasi yaitu memberikan informasi atas dosis yang diberikan disetiap tanaman yang akan disemprot dan juga memberikan informasi tentang waktu yang dibutuhkan untuk menyemprot tanaman yang dibudidayakan jadi setiap satu tanaman memiliki waktu semprot dengan dosis yang tepat. Oleh sebab itu kalibrasi ini berfungsi untuk memberikan takaran dan informasi yang tepat untuk penggunaan penyemprotan pestisida ataupun pupuk (Sudarmo , 1991).

Perhitungan kalibrasi merupakan perhitungan jumlah cairan yang dibutuhkan per luasan lahan yang akan diaplikasikan. Perhitungan kalibrasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:  
Kalibrasi sprayer dapat dilakukan dengan dua metode sederhana yang dipraktikumkan kali ini. Metode kalibrasi tersebut antara lain:
1.    Metode Waktu

Metode ini digunakan untuk mengetahui kecepatan yang digunakan praktikan dalam mengaplikaskan pestisidanya dalam luasan waktu tertentu.selain itu dapat pula diketahui kecepatan berjalan dari praktikan tersebut. Rumus yang digunakan pada penghitungan ini yaitu:
Kecepatan (V)=
2.    Metode Luas

Metode luas digunakan untuk mengetahui volume semprot yang digunakan pada luasan lahan tertentu.  Untuk menghitungnya perlu diketahui terlebihdahulu larutan yang digunakan selama 1 menit. Rumus yang digunakan yaitu:

Volume semprot= X Lar. Yang digunakan


Pada praktikum yang telah dilakukan (Kelompok 8) dapat dihitung volume semprot dengan metode luas, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:
Volume semprot= X Lar. Yang digunakan
Volume semprot= X 700 ml
Volume semprot=

Kecepatan jalan praktikan dapat dihitung dengan metode waktu sebagai berikut:
Kecepatan (V)=
Kecepatan (V)=
Kecepatan (V)=




IV.             KESIMPULAN



Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini yaitu sebagai berikut :
1.    Fungsi kalibrasi yaitu memberikan informasi atas dosis yang diberikan disetiap tanaman dan waktu yang dibutuhkan untuk menyemprot
2.    Kalibrasi sprayer dapat dilakukan dengan metode waktu dan luas
3.    Metode waktu untuk mengetahui waktu yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan rumus Kecepatan (V)=
4.    Metode luas digunakan untuk mengetahui volume semprot yang digunakan pada luasan lahan tertentu
5.    Rumus metode luas yaitu
Volume semprot= X Lar. Yang digunakan

 




DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Kartika, Yuyun. 2012. Faktor Risiko yang Berkaitan dengan Kejadian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Tanaman Bawang Merah di Desa Sengon Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes. Unnes Journal of Public Health 2 (1): 72-79.

Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.